Laman

Jumat, 28 September 2012

Smartphone Merusak Moral!?

Halooo semua,
Inspirasi buat menulis hari ini datang dari seorang sahabat.
Tema ini sebenarnya cukup berat, tapi memang sangat relevan dengan apa yang telah terjadi di zaman sekarang, yang mungkin tidak mudah untuk kita sadari.

Era Smartphone di Indonesia diawali dengan masuknya sebuah Handphone (HP) canggih: Blackberry (BB). Seorang teman pernah berkelakar, "Sama seperti penyakit DB (Demam Berdarah), penyakit BB ini juga mewabah di Indonesia". Benar saja, paling tidak sampai tahun 2011 lalu hampir semua anak muda di Indonesia menggembol HP yang satu ini di saku celananya. Bahkan ada seorang teman kuliah yang berkata, "Saya memang mengalami kesulitan untuk bisa menebak orang Asia itu datang dari negara mana. Tetapi ketika saya melihat dia membawa Blackberry, saya bisa pastikan bahwa ia berasal dari Indonesia". Wow!!!

Era Smartphone ini pun kemudian berlanjut dengan datangnya iPhone dan Android, yang menawarkan segudang aplikasi yang lebih menarik lagi dibanding Smartphone-Smartphone pendahulunya. Entah di tahun 2013 nanti akan jadi tinggal berapa anak muda di Indonesia yang tidak bersenjatakan Smartphone ini.

Teknologi memang akan terus berkembang. Trend Smartphone pun sepertinya akan terus berkelanjutan tiada berkesudahan.

Kalau ada pertanyaan: Apa sih sebenarnya yang membuat Smartphone bisa berkembang sepesat ini?
Jawaban yang pertama kali terpikir adalah karena Smartphone menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi. Jarak ribuan kilometer bisa ditempuh dalam waktu sekian detik aja dengan adanya Smartphone. Sebut saja fasilitas chat yang dimiliki oleh Blackberry: BlackBerryMessenger (BBM). Aku yang kebetulan mendapatkan kesempatan untuk berkuliah di Eropa tidak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan keluarga di Indonesia berkat ini. Doktrin klasik "tetap menjaga koneksi teman di Indonesia" pun bukan menjadi suatu hal yang sulit untuk dilakukan berkat kecanggihan teknologi ini, lebih-lebih karena hampir semua teman sebayaku menggunakannya. Selain cepat, chat ini juga tidak mahal. Biaya langganan paket Blackberry di sini hanya 10 Euro (= Rp 120.000,-) per bulannya. Dua hal inilah yang kiranya melatarbelakangi alasan kemudahan yang aku ungkapkan di awal.

Dunia ini pun tanpa kita sadari telah sedikit berubah. Aku hampir tidak pernah merasa kesepian ketika sendiri di rumah maupun di jalan. Smartphone selalu bisa menemaniku! Dengan sedikit tarian jempol di atas keypad saja, aku sudah bisa membuat mata dan pikiranku kembali sibuk bekerja. Aku berinteraksi dengannya, menangkap kata-kata sambil membayangkan ekspresi wajahnya. Dan ini menyenangkan, ini adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan!
Dan hal ini berbeda dengan game-game di dunia maya, karena Smartphone itu nyata. Orang-orang yang aku ajak untuk berinteraksi di sana adalah orang-orang yang memang pernah aku jumpai. Mereka eksis di dunia ini. Lalu apa salahnya aku menginvestasikan waktuku untuk hal ini?

Karena aku mempunyai pandangan demikian, tanpa disadari aku telah kehilangan etika dan tata krama.
1. Ketika menonton TV bersama teman-teman di kos-kosan, aku sering tidak menjawab ketika diajak ngobrol, karena ketika ada notifikasi baru, aku segera asyik dengan Smartphoneku :)
2. Ketika ada di dalam mobil, di mana cuma ada aku dan sopir di dalam mobil itu, aku justru tidak mengajaknya ngobrol, tapi malah sibuk sendiri dengan dunia Smartphoneku :I
3. Ketika makan malam bersama sekeluarga di rumah, aku bukannya melihat itu sebagai kesempatan untuk ngobrol dengan mereka, melainkan tetap asyik sendiri dengan duniaku :(
4.  Puncaknya adalah ketika aku sedang ngobrol berdua saja dengan sahabatku ini. Aku bahkan sering kali masih saja berasyik-asyik ria di dunia yang kuanggap nyata itu TT
Beruntung aku mempunyai sahabat yang kritis seperti dia. Dia berani menegur dan menumpahkan segala rasa kekesalannya karena tidak dianggap sebagai manusia di saat itu juga. Benar juga, secara tidak sadar aku telah kehilangan moral kemanusiaanku karena Smartphone ini!

Orang-orang di sekitarku, maafkan aku. Aku menjadi tidak peka dan kehilangan nilai-nilai moral dan kemanusiaanku karena sibuk dengan dunia Smartphoneku ini. Kini aku temukan jawaban yang lebih utama dari pertanyaan di atas: kenapa Smartphone telah berkembang sepesat ini.

Bukan "kemudahan", melainkan "keserakahan". Serakah, karena di saat yang bersamaan manusia ingin memberikan perhatian yang sedalam-dalamnya kepada sebanyak-banyaknya manusia.

Apakah itu mungkin? Dulu aku memang menjawab mungkin. Akan tetapi dengan ketidakpekaanku terhadap orang yang ada di sekitarku, bahkan terhadap orang yang saat itu sedang berinteraksi denganku di depan mata dan kepalaku sendiri, itu sudah menjadi bukti yang cukup bahwa hal itu tidak mungkin.
Daripada melayani obrolan dengan orang yang berjarak puluhan, ratusan, bahkan ribuan kilometer dengan kita, bukankah orang yang berada di depan kita saat itu jauh lebih penting? Aku yakin, Tuhan pun sengaja menciptakan keterbatasan pada penglihatan kepada kita, (tidak bisa zoom in dan tidak bisa menembus benda lain) karena alasan ini.

Akhir kata, seperti motto Mas Jokowi, "Nguwongke uwong", aku akan berusaha mulai detik ini untuk sebisa mungkin lebih menghargai orang-orang di sekitarku. Melaksanakannya ternyata tidak semudah mengucapkannya, apalagi dengan godaan-godaan teknologi seperti ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar