Laman

Sabtu, 18 Januari 2025

Mengapa ada slogan "Sampahku, tanggung jawabku?"

Slogan "Sampahku, tanggung jawabku" sering menjadi jargon ketika ada acara penyuluhan terkait sampah. Mengapa ada slogan ini? Mengapa masalah sampah tidak menjadi tanggung jawabnya pemerintah saja? Tulisan ini adalah tulisan yang saya kembangkan saat diminta membantu sebuah Bank Sampah Unit di Kota Salatiga untuk membantu menjawab pertanyaan warganya yang sugih tetapi angel (membayar iuran layanan sampah)..


Gambar 1. Bendera merah putih berkibar di atas hamparan sampah

1. Pemerintah Daerah (Pemda) di seluruh Kota/Kabupaten Indonesia, termasuk Kota Salatiga, rata-rata hanya mengalokasikan di bawah 1% dari total APBD untuk pengelolaan sampah. Sampah memang belum menjadi prioritas karena (waktu itu) dijadikan urusan wajib non pelayanan dasar. UU no 23 tahun 2014 memberi mandat kepada Pemda untuk memprioritaskan dulu urusan wajib dan merupakan pelayanan dasar (contoh: pendidikan dan kesehatan);

2. Dunia persampahan mengenal prinsip "polluters pay principle", yang artinya prinsip pencemar membayar. Kita sering mengkritik perusahaan makanan/minuman/FMCG merek tertentu untuk bertanggung jawab terhadap sampah yang mencemari lingkungan, tetapi seringkali kita lupa bahwa rumah tangga kita sendiri juga merupakan penghasil sampah. Beberapa daerah pinggiran kota atau desa di sekitar kita ternyata banyak yang "dengan terpaksa" mencemari lingkungan karena kesulitan akses membuang sampah ke TPA;

3. Menurut teori ISWM (integrated sustainable waste management; Scheinberg 2004), permasalahan sampah hanya bisa teratasi jika pengelolaan sampah memperhatikan aspek hukum, tata kelola kelembagaan, keuangan, teknis, dan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat untuk memilah dan membayar retribusi menjadi dua hal penting untuk menjamin layanan pengelolaan sampah yang baik dan andal

Jadi, slogan "Sampahku  tanggung jawabku" sangatlah tepat untuk mulai mengurai permasalahan sampah. Sebagai penghasil sampah, seandainya masing-masing dari kita mau "istiqomah untuk" memilah dan mengelola sampah kita sendiri-sendiri, tentu penumpukan sampah yang berlebihan di TPA tidak perlu terjadi. 

Nah, ketika kita merasa tidak punya waktu untuk mengelola sampah sendiri, membayar iuran/retribusi pada lembaga pengelola sampah yang andal, tentu merupakan bentuk tanggung jawab kita terhadap sampah yang kita hasilkan. Secara bertahap, Bank Sampah Induk Salatiga bersama Bank Sampah Unit nya siap bertransformasi menjadi lembaga pengelola sampah di wilayahnya masing2 πŸ™πŸΌ. Mohon dukungannya njih, kami ini kelompok swadaya masyarakat, jadi dukungan dari njenengan sedanten akan sangat berarti πŸ™πŸΌπŸ™πŸΌ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar