Akhir Pekan III di Heidelberg?
Yooo, Selamat Datang..!
Inspirasiku buat menulis hari ini datang dari seorang adik kelas waktu bersekolah di SMP PL Domenico Savio Semarang dulu, namanya Wahyu Satria Utama. Walau terlahir dengan zodiak Libra (unsur udara), tekad apinya sangat kentara.
Cita-citanya tinggi, ia ingin menjadi dokter sekaligus romo. Hal yang menarik adalah, pada semester ini ia memulai kuliah Semester 1-nya di bidang Arsitektur di UNIKA Soegijapranata, Semarang. Tak kalah menarik, di tengah-tengah kesibukan kuliahnya, ia menyempatkan diri untuk mengembangkan bakatnya di bidang seni olah vokal. Ya, dari mulai tugas koor mingguan di gereja, Paduan Suara Surgawi, Paduan Suara NAK, sampai les vokal bersama Judika, Indonesian Idol dia ikuti.
Dari situ saja, kita bisa melihat bahwa ia memang seorang yang terlahir dengan multitalent. Hal ini juga didukung dengan motto hidupnya, "Untuk bisa terus berkembang, aku harus senantiasa keluar dari zona nyamanku dan lebih banyak menderita".
Benang merahnya ke judul: Berkat adik itu, aku merasa diingatkan kembali oleh Tuhan, tentang arah dan tujuan hidupku. Tak perlu muluk-muluk, cukup yang ada di depan mataku saat ini: kenapa kuliah di Jerman.
Ibarat naik kereta, gara-gara kuliah ke Jerman, di awal-awal aku harus naik kereta RE (regional) yang lambat, ketinggalan dengan teman-temanku di Indonesia yang sejak awal sudah bisa naik kereta IC (antarkota), bahkan ICE (antarkota ekspres), sebut saja Guinandra Lutfhan Jatikusumo.
Kenapa RE? Jelas, karena perbedaan kultur dan kendala bahasa.
Berbeda dengan bahasa Inggris, bahasa Jerman baru kukenal sejak tahun pertama di SMA dan kurang populer untuk dipelajari dibandingkan bahasa Inggris dan bahasa Mandarin (apalagi di kota asalku, Salatiga..)
Sudah lambat, sialnya lagi cita-citaku banyak dan cukup tinggi-tinggi. Kapan nyampainya klo gitu?
Kalau Wahyu yang terlahir sebagai Libra saja berani bermimpi seperti itu, malu aku terlahir sebagai Aries, yang sejatinya memiliki unsur api tulen.
Sampai sekarang aku merasa, bahwa aku masih terlalu jauh dari "Jermanku".
Oleh karena itu: Saya mengaku kepada Saudara Sekalian, bahwa saya telah berjanji mulai detik ini, akan kembali ke rel yang benar, rel yang tiada berujung, menuju cita-cita yang saya impikan.
Mengambil kata-kata dari Dek Wahyu, "Harus bisa nyaman di lingkungan yang baru. Begitu terasa nyaman, jangan lama-lama tinggal di situ. Keluarlah, kalau kamu ingin mengepakkan sayapmu lebih jauh lagi.." (dengan sedikit modifikasi tentunya..)
Bukan bermaksud buat nggak loyal atau apa, tapi orang yang tidak mempunyai arah dan tujuan yang baru (setelah tujuan lamanya tercapai) bakalan mandheg.
Yooo, Selamat Datang..!
Inspirasiku buat menulis hari ini datang dari seorang adik kelas waktu bersekolah di SMP PL Domenico Savio Semarang dulu, namanya Wahyu Satria Utama. Walau terlahir dengan zodiak Libra (unsur udara), tekad apinya sangat kentara.
Cita-citanya tinggi, ia ingin menjadi dokter sekaligus romo. Hal yang menarik adalah, pada semester ini ia memulai kuliah Semester 1-nya di bidang Arsitektur di UNIKA Soegijapranata, Semarang. Tak kalah menarik, di tengah-tengah kesibukan kuliahnya, ia menyempatkan diri untuk mengembangkan bakatnya di bidang seni olah vokal. Ya, dari mulai tugas koor mingguan di gereja, Paduan Suara Surgawi, Paduan Suara NAK, sampai les vokal bersama Judika, Indonesian Idol dia ikuti.
Dari situ saja, kita bisa melihat bahwa ia memang seorang yang terlahir dengan multitalent. Hal ini juga didukung dengan motto hidupnya, "Untuk bisa terus berkembang, aku harus senantiasa keluar dari zona nyamanku dan lebih banyak menderita".
Benang merahnya ke judul: Berkat adik itu, aku merasa diingatkan kembali oleh Tuhan, tentang arah dan tujuan hidupku. Tak perlu muluk-muluk, cukup yang ada di depan mataku saat ini: kenapa kuliah di Jerman.
Ibarat naik kereta, gara-gara kuliah ke Jerman, di awal-awal aku harus naik kereta RE (regional) yang lambat, ketinggalan dengan teman-temanku di Indonesia yang sejak awal sudah bisa naik kereta IC (antarkota), bahkan ICE (antarkota ekspres), sebut saja Guinandra Lutfhan Jatikusumo.
Kenapa RE? Jelas, karena perbedaan kultur dan kendala bahasa.
Berbeda dengan bahasa Inggris, bahasa Jerman baru kukenal sejak tahun pertama di SMA dan kurang populer untuk dipelajari dibandingkan bahasa Inggris dan bahasa Mandarin (apalagi di kota asalku, Salatiga..)
Sudah lambat, sialnya lagi cita-citaku banyak dan cukup tinggi-tinggi. Kapan nyampainya klo gitu?
Kalau Wahyu yang terlahir sebagai Libra saja berani bermimpi seperti itu, malu aku terlahir sebagai Aries, yang sejatinya memiliki unsur api tulen.
Sampai sekarang aku merasa, bahwa aku masih terlalu jauh dari "Jermanku".
Oleh karena itu: Saya mengaku kepada Saudara Sekalian, bahwa saya telah berjanji mulai detik ini, akan kembali ke rel yang benar, rel yang tiada berujung, menuju cita-cita yang saya impikan.
Mengambil kata-kata dari Dek Wahyu, "Harus bisa nyaman di lingkungan yang baru. Begitu terasa nyaman, jangan lama-lama tinggal di situ. Keluarlah, kalau kamu ingin mengepakkan sayapmu lebih jauh lagi.." (dengan sedikit modifikasi tentunya..)
Bukan bermaksud buat nggak loyal atau apa, tapi orang yang tidak mempunyai arah dan tujuan yang baru (setelah tujuan lamanya tercapai) bakalan mandheg.
Ditulis oleh seorang Aries, di kamarnya, di sebuah gedung berlantai 12..