Berlin Festival of Lights 2011
BERLIN, Sabtu 22 Oktober 2011 - Mengambil momen "Berlin Festival of Lights 2011", Prio Adhi Setiawan, Ferry Kana, dan Komunitas Pecinta Fotografi Berlin lainnya menggelar acara selama 2 hari berupa silaturahmi dan hunting bersama sekaligus mempersembahkan sebuah workshop fotografi untuk teman-teman di Berlin dan sekitarnya..
Cita rasa masakan Indonesia tak luput mewarnai kebersamaan para pemuda Indonesia yang tengah merantau ke negara Jerman ini. Bertempat di Resto Nusantara Berlin, tak kurang dari 15 peserta datang untuk mengikuti workshop fotografi ini. Hal yang cukup menarik adalah, dari kelimabelas orang ini, ternyata tak semuanya berasal dari kota Berlin, tetapi juga dari kota-kota lainnya, sebut saja Postdam, Cottbus, Frankfurt (Oder) bahkan Heidelberg..!
Acara dimulai pukul 11.39 dengan sambutan Yusuf dari PPI Berlin, selaku panitia penyelenggara acara ini. Kemudian acara langsung dilanjutkan dengan workshop sesi yang pertama, yaitu Basic Photography oleh Prio Adhi Setiawan. Bang Prio memulai dengan konsep "foto bagus". Foto bagus itu sebenarnya relatif dan seringkali banyak dipengaruhi oleh momentum. Misalnya seorang ayah yang sama-sekali tidak tahu-menahu dunia fotografi memfoto putra pertamanya yang baru lahir. Foto yang dihasilkan mungkin secara teknik tidak sebagus foto hasil jepretan fotografer profesional, tetapi boleh saja sang ayah itu mengatakan bahwa itu adalah foto terbagus di dunia, karena tak ada satupun fotografer di dunia yang bisa menghasilkan foto itu lagi. Melalui perumpamaan ini, Bang Prio ingin menekankan bahwa kamera terbaik bukanlah kamera mahal dengan megapixel dua digit dan fitur-fitur canggih lainnya, melainkan adalah kamera yang benar-benar sedang kita pegang saat ini, sekalipun itu hanyalah kamera HP, karena momentum itu bisa jadi hanya terjadi sekali. Jadi fotografi itu sebenarnya bukanlah hobi yang mahal. Ayo, kita jeprat-jepret..!
Meskipun sudah lama berkecimpung di dunia fotografi, hal ini tidak menjadikan Bang Prio sombong. Dengan sabar ia mau menjelaskan teori komposisi, shutter, aperture, dan ISO dengan bahasa dan perumpamaan-perumpamaan yang mudah dimengerti. Ia pun mempersilakan para peserta untuk langsung bertanya apabila di dalam penjelasannya terdapat istilah fotografi yang belum dimengerti. Workshop pun efektif dan menjadi sangat menarik, lebih-lebih ketika Bang Prio memberikan tips bagaimana supaya foto tidak goyang pada malam hari, yakni dengan memeragakan langsung gaya Perut-pod andalannya.. :p
Bang Prio kemudian melanjutkan workshop dengan Street Photography. "Jangan berikan deskripsi, biarkanlah fotomu sendiri yang bercerita", kata Bang Prio memberikan tips untuk fotografi genre ini. Ia kemudian menunjukkan foto-foto dari Ricky Siegers, sahabatnya, yang diakuinya sebagai Master of Street Photography. Benar saja, momen-momen yang tertangkap dalam foto itu memang membuat kita ingin lebih lama melihat foto itu, karena seolah-seolah ia bercerita, mempunyai mood/ emosi/ perasaan tertentu yang ingin disampaikan.
Workshop bukanlah workshop apabila hanya teori saja. Kurang lebih pukul 15.00 dimulailah kegiatan hunting foto keliling Berlin dengan tema Street. Para peserta dibagi ke dalam 2 kelompok. Supaya lebih menantang lagi, Bang Prio memberikan 2 tema khusus lagi, yaitu Refleksi dan Pattern. Kelompok 1 mencari objek-objek foto Refleksi terlebih dahulu, kemudian 1 jam kemudian barulah kedua kelompok ini saling bertukar tema. Kelompok 2 memulai aksinya di Berlin Hauptbahnhof (Stasiun Utama). Selain konstruksinya yang memiliki banyak kaca, stasiun kereta Berlin ini juga memiliki konstruksi yang cukup unik dibandingkan dengan stasiun-stasiun lainnya. Teman-teman Berlin bahkan berkata bahwa stasiun ini lebih mirip "Mall" daripada stasiun karena banyaknya tingkat/ lantai yang dipunyainya. Di belakang stasiun ini terdapat sungai yang juga bisa digunakan untuk Refleksi.
Berlin Hauptbahnhof
Setelah puas berburu di stasiun, pada pukul 17.00 kami bergerak menuju Brandenburger Tor. Sesampai di Brandenburger Tor, kami berjalan kaki menuju Alexanderplatz. Sepanjang jalan di antara Brandenburger Tor dan Alexanderplatz ini adalah tempat yang ideal untuk berburu foto Street, karena sangat ramai dengan turis-turis yang juga berjalan kaki. Jeprat sana jepret sini, terus kami lakukan sepanjang perjalanan. Objek-objek bangunan kuno seperti Museum dan Universitas Humboldt tak kami lewatkan untuk dijepret. Akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan berikutnya, yaitu Berliner Dom (Gereja Katedral Berlin).
Di Berliner Dom ini, kami mendapatkan pencerahan singkat tentang Cityscape Photography, lagi-lagi dari Bang Prio, yang di antara sahabat-sahabatnya dalam Komunitas Pecinta Fotografi Berlin memang terkenal sebagai Master Blue Hour/ fotografer kartu pos. Lalu, tripod-tripod pun segera didirikan karena Blue Hour akan segera tiba. Objek yang ingin kita ambil adalah Berliner Dom, yang dalam rangka Berlin Festival of Lights 2011 akan disorot lampu dari depan. Untungnya kami datang cukup awal, sehingga mendapatkan posisi yang tidak terhalang-halangi untuk mengambil gambar. Kurang lebih 1 jam kemudian, taman di depan Berliner Dom ini tiba-tiba sudah penuh dengan lautan manusia, yang saling berebutan untuk dapat menikmati keindahan festival cahaya Berlin di tempat ini. Setelah Blue Hour selesai, kami melanjutkan kegiatan dengan makan malam, yang sudah disediakan panitia di sana. Setelah itu, kami tak lupa untuk berfoto keluarga di sana, sebelum akhirnya mengakhiri acara belajar fotografi dan sharing bersama pada hari itu..
Berliner Dom in Berlin Festival of Lights 2011
Keesokan harinya, kami berkumpul di Perpustakaan KBRI Berlin pada pukul 09.30 untuk melanjutkan materi workshop selanjutnya, yaitu Lighting Photography. Kali ini materi dibawakan oleh Ferry Kana, Master of Lighting/ Strobist yang tinggal di Stuttgart. Memasuki perpustakaan, yang kami lihat adalah Blitz-blitz yang sudah dinaungi oleh payung-payung putih dan Softbox. Selain kami para peserta, hadir pula 2 model cantik yang sengaja didatangkan supaya materi ini benar-benar dapat "cepat diserap" oleh para peserta. Penjelasan dimulai dengan teori tentang konsep cahaya, lighting dalam fotografi, dan akhirnya modifier-modifier cahaya. "Konsep, seperti apa foto yang ingin kita hasilkan adalah hal terpenting", kata Mas Ferry. Melalui eksperimen-eksperimen, Mas Ferry ini melatih feeling-nya terhadap kuat lemah, merata tidak merata, dan arah datangnya cahaya terhadap hasil foto. Hal yang menarik dari Mas Ferry adalah, ia selalu mencoba untuk membuat sendiri modifier-modifier cahaya yang ia inginkan. "Membeli perlengkapan Lighting itu tidak bagus, karena kita mendapatkan alat yang 90% pasti bekerja dengan baik, sehingga kita tidak tahu di mana letak kekurangan kita. Selain itu harganya juga mahal apabila dituruti satu per satu", tutur Mas Ferry sambil bercanda.
Sekali lagi, workshop berarti tak cuma teori. Mas Ferry kemudian mempraktikkan langsung teknik lighting dengan memfoto model yang sudah didatangkan tadi. Melalui interaksinya dengan si model (dengan banyak bersenda gurau mengakrabkan diri), para peserta diajari bahwa hubungan fotografer dengan model yang difoto juga memegang peranan penting di dalam fotografi itu sendiri. "Tidak mungkin kan, kita bisa mengarahkan orang untuk bisa berekspresi lepas, kalau oleh model, kita masih dianggap sebagai orang asing", ujar Mas Ferry sambil mempraktikkan gaya fotografer judes yang seenaknya menyuruh si model.
Suasana Workshop Lighting Photography/ Strobist
Para peserta pun diberi kesempatan satu per satu untuk "menembak" si model. Mas Ferry kemudian mengubah jauh dekat dan arah kedua Blitz yang ada untuk setting-an shutter, aperture, dan ISO kamera yang sama, supaya kita benar-benar bisa membedakan pengaruhnya terhadap hasil jepretan.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan istirahat dan makan siang, yang juga telah disiapkan oleh panitia. Usai menyantap semangkuk Mie Ayam itu, workshop dilanjutkan dengan Post-Processing. Kali ini materi dibawakan berdua, yaitu oleh Bang Prio dan Mas Ferry. Para peserta diajari dasar-dasar penggunaan Photoshop, seperti misalnya pentingnya Histogram, apa itu Layer, Level, Curve, dan mengatur Saturasi. Akan tetapi, Bang Prio berpesan, supaya Photoshop ini jangan dijadikan senjata untuk menjadikan foto yang biasa-biasa saja menjadi foto yang bagus. "Photoshop hanyalah alat untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan minor yang muncul di hasil jepretan. Prinsipnya, foto yang diambil sudah harus sesuai 80% dari konsep yang kita inginkan", jelas Bang Prio. Teknik Beauty Shop juga ada, yaitu teknik di dalam Photoshop untuk mempercantik si model yang sudah kita foto tadi. Mas Ferry memberi contoh, dengan menghilangkan jerawat dari si model, mempertajam bagian mata dari si model, dan lainnya. "Dan ingat, setiap mengedit, si model sebaiknya tidak ada di tempat. Jadi, kita bisa leluasa mengoperasi plastik wajah si model, tanpa harus takut kalau setelah diedit wajahnya malah jadi semakin jelek..", kata Mas Ferry sambil bercanda.
Rangkaian kegiatan acara satu per satu telah dijalankan. Kini tibalah saatnya evaluasi. Acara workshop Fotografi yang pertama ini dinilai berjalan bagus. Materi workshop ini disampaikan secara buka-bukaan, benar-benar bertujuan untuk membagikan ilmu kepada teman-teman semua. "Dengan mengeluarkan uang 10€ (=Rp 120.000), sudah mendapatkan 2x makan (1x makan di Jerman = Rp 36.000 - Rp 60.000) dan 2 orang model, workshop ini sangatlah murah meriah, dan ilmunya benar-benar komplit dan bermanfaat..!", kesan dari salah seorang peserta. Pihak narasumber juga merasa bangga dengan kerja keras panitia dan antusiasme yang tinggi dari para peserta. Fotografi dikupas habis-habisan dalam workshop 2 hari ini, yakni Basic, Street, Cityscape, Lighting, dan Post-Processing. Begitu padat, sehingga materi yang disampaikan menjadi tidak bisa terlalu mendetail. "Iya, sebenarnya kurang puas. Mungkin sebaiknya workshop seperti ini diadakannya bukan 2 hari, tapi 1 minggu", celoteh salah seorang peserta sambil bergurau. Bagaimana kalau secara rutin saja kita adakan Photographers Meet yang kedua, ketiga, dan seterusnya?
oleh: kris_panda
07.4980