Mengutip kata-kata Frau Kintzen, Dosen Bahasa Jermanku, "Studieren bedeutet aktiv etwas zu machen...", yang artinya kurang lebih adalah "Kuliah berarti secara aktif melakukan sesuatu".
Pengertian inilah yang membedakan antara "kuliah" dengan "belajar", antara "mahasiwa" dengan "siswa".
Secara aktif berarti ada unsur kemuauan dari yang bersangkutan.
Tipikal kesalahan yang sering dilakukan oleh kita adalah baru belajar dengan sungguh-sungguh pada H-1 yang terkenal dengan istilah "Sistem Kebut Semalam". Kita semua menyadari bahwa cara belajar ini salah dan ingin kita ubah, tetapi pada praktiknya terasa sulit.
Sekilas, aku ingin menceritakan sesuatu.
Ada 1 hal menarik yang kutemui di Jerman ini, yaitu perbedaan tradisi mendidik anak di benua Eropa dengan non-Eropa.
Di Benua Eropa ini, seorang anak berusia 12 tahun sudah dituntut untuk bisa menceritakan kembali suatu cerita rakyat dengan kata-katanya sendiri. Apabila anak ini menggunakan kata-kata yang sudah tercantum di buku bacaan tersebut, anak ini akan mendapatkan nilai 0. Seorang anak ini dinilai tingkat pemahamannya terhadap suatu bacaan dengan cara ini. Tradisi memahami benar-benar, kemudian mengembangkannya sendiri secara kreatif dan inovatif)
Menarik.
Tradisi yang selama ini melekat di kita adalah, kita mendengar, kita kembali mengucapkan - kita membaca, kita kembali menceritakan - kita mencatat, kita kembali menulisnya pada saat ulangan - harus kita akui, banyak menghafal. Akan tetapi, tunggu dulu. Tradisi ini sebenarnya bukanlah tradisi yang jelek.
Tradisi bangsa Eropa yang menekankan konsep ini tetap memiliki kelemahan. Misalnya, penggunaan kalkulator dan kertas kumpulan rumus. Dalam ulangan Matematika, Fisika, maupun Kimia, hukumnya legal di sini untuk menggunakan kalkulator dan membawa kertas yang berisi kumpulan rumus.
Bukan berarti ulangan openbook juga, karena itu memang efektif, dipakai.
Hanya saja, masalah akan timbul apabila orang Eropa diminta menghitung tanpa kalkulator dan kertas kumpulan rumus. Mereka akan kelabakan, karena mereka memang tidak menghafalnya sama sekali.
Berbeda dengan bangsa non-Eropa yang menekankan tradisi menghafal. Kita memang terbiasa menghitung dan menghafal rumus-rumus yang ada, sehingga tanpa kalkulator dan kertas kumpulan rumus yang memang menjadi barang-barang yang ilegal hukumnya apabila digunakan saat ulangan pun bagi kita bukan masalah. Itulah kelebihan kita.
Kembali ke konsep "kuliah" yang benar. Mengerti suatu hal adalah suatu proses, apalagi di Jerman, di mana konsep menjadi sebuah penekanan di dalam pendidikannya. Aku menjadi semakin mengerti, kenapa tanpa membuat Termin (=Janji) terlebih dahulu, orang menjadi tidak bisa bertemu dengan orang Jerman di sini. Sudah bukan saatnya lagi untuk belajar pada hari H-1. Aku akan menyempatkan 1-2 jam dalam 24 jamku untuk mengulang kembali pelajaran, mencoba mengerti konsep apa yang disampaikan oleh Dosen di sini.
Ayo, bikin jadwal kegiatan seminggu..!
Ada pertanyaan menarik.
Jadi, apakah benar orang Jerman, semacam Albert Einstein yang telah menemukan banyak hal di dunia ini berarti telah mengoptimalkan potensinya? Jawabannya belum. Kitalah, yang sebenarnya mempunyai potensi ini. Tradisi menghafal yang sudah belasan tahun kita dapat, mari kita gabungkan dengan tradisi bangsa Eropa - tradisi memahami benar-benar, kemudian mengembangkannya sendiri secara kreatif dan inovatif´. Hasilnya akan optimal..!!!
Jadi, bangsaku, bangkitlah, balaslah bangsa Eropa yang telah menjajah kita dulu, dengan menjajah buminya di bangku perkuliahan (entah S1, S2, bahkan S3 - sempatkan mencicipi Eropa..!). Sudah cukup bagi kita untuk menghafal, kini saatnya memahami benar-benar, dan mengembangkannya sendiri secara kreatif dan inovatif..!
Pengertian inilah yang membedakan antara "kuliah" dengan "belajar", antara "mahasiwa" dengan "siswa".
Secara aktif berarti ada unsur kemuauan dari yang bersangkutan.
Tipikal kesalahan yang sering dilakukan oleh kita adalah baru belajar dengan sungguh-sungguh pada H-1 yang terkenal dengan istilah "Sistem Kebut Semalam". Kita semua menyadari bahwa cara belajar ini salah dan ingin kita ubah, tetapi pada praktiknya terasa sulit.
Sekilas, aku ingin menceritakan sesuatu.
Ada 1 hal menarik yang kutemui di Jerman ini, yaitu perbedaan tradisi mendidik anak di benua Eropa dengan non-Eropa.
Di Benua Eropa ini, seorang anak berusia 12 tahun sudah dituntut untuk bisa menceritakan kembali suatu cerita rakyat dengan kata-katanya sendiri. Apabila anak ini menggunakan kata-kata yang sudah tercantum di buku bacaan tersebut, anak ini akan mendapatkan nilai 0. Seorang anak ini dinilai tingkat pemahamannya terhadap suatu bacaan dengan cara ini. Tradisi memahami benar-benar, kemudian mengembangkannya sendiri secara kreatif dan inovatif)
Menarik.
Tradisi yang selama ini melekat di kita adalah, kita mendengar, kita kembali mengucapkan - kita membaca, kita kembali menceritakan - kita mencatat, kita kembali menulisnya pada saat ulangan - harus kita akui, banyak menghafal. Akan tetapi, tunggu dulu. Tradisi ini sebenarnya bukanlah tradisi yang jelek.
Tradisi bangsa Eropa yang menekankan konsep ini tetap memiliki kelemahan. Misalnya, penggunaan kalkulator dan kertas kumpulan rumus. Dalam ulangan Matematika, Fisika, maupun Kimia, hukumnya legal di sini untuk menggunakan kalkulator dan membawa kertas yang berisi kumpulan rumus.
Bukan berarti ulangan openbook juga, karena itu memang efektif, dipakai.
Hanya saja, masalah akan timbul apabila orang Eropa diminta menghitung tanpa kalkulator dan kertas kumpulan rumus. Mereka akan kelabakan, karena mereka memang tidak menghafalnya sama sekali.
Berbeda dengan bangsa non-Eropa yang menekankan tradisi menghafal. Kita memang terbiasa menghitung dan menghafal rumus-rumus yang ada, sehingga tanpa kalkulator dan kertas kumpulan rumus yang memang menjadi barang-barang yang ilegal hukumnya apabila digunakan saat ulangan pun bagi kita bukan masalah. Itulah kelebihan kita.
Kembali ke konsep "kuliah" yang benar. Mengerti suatu hal adalah suatu proses, apalagi di Jerman, di mana konsep menjadi sebuah penekanan di dalam pendidikannya. Aku menjadi semakin mengerti, kenapa tanpa membuat Termin (=Janji) terlebih dahulu, orang menjadi tidak bisa bertemu dengan orang Jerman di sini. Sudah bukan saatnya lagi untuk belajar pada hari H-1. Aku akan menyempatkan 1-2 jam dalam 24 jamku untuk mengulang kembali pelajaran, mencoba mengerti konsep apa yang disampaikan oleh Dosen di sini.
Ayo, bikin jadwal kegiatan seminggu..!
Ada pertanyaan menarik.
Jadi, apakah benar orang Jerman, semacam Albert Einstein yang telah menemukan banyak hal di dunia ini berarti telah mengoptimalkan potensinya? Jawabannya belum. Kitalah, yang sebenarnya mempunyai potensi ini. Tradisi menghafal yang sudah belasan tahun kita dapat, mari kita gabungkan dengan tradisi bangsa Eropa - tradisi memahami benar-benar, kemudian mengembangkannya sendiri secara kreatif dan inovatif´. Hasilnya akan optimal..!!!
Jadi, bangsaku, bangkitlah, balaslah bangsa Eropa yang telah menjajah kita dulu, dengan menjajah buminya di bangku perkuliahan (entah S1, S2, bahkan S3 - sempatkan mencicipi Eropa..!). Sudah cukup bagi kita untuk menghafal, kini saatnya memahami benar-benar, dan mengembangkannya sendiri secara kreatif dan inovatif..!